Beberapa bulan berlalu, tulisan-tulisannya hanya muncul di kepala, tidak pernah tertulis di atas keyboard komputer maupun di atas kertas. Awalnya terasa biasa saja, tidak terlalu berpengaruh, hingga beberapa kali mengalami ‘salis = sakau menulis’ dan masih terus tidak diperdulikan.
Hingga kepala rasanya sangat penuh. Setelah dibaca, mungkin hasil tulisan-tulisannya sederhana, membingungkan dan tidakbermakna lebih bagi yang lain, tetapi tidak bagi si empunya pikiran, menumpahkan hampir seluruh isi pikiran merupakan salah satu jalan untuk berkomunikasi, paling tidak dengan jiwa sendiri.
Tidak semua insan dapat menuliskan apapun yang dirasakannya, tidak juga menceritakannya kepada insan lain, mereka mungkin dapat menumpahkan isi pikiran mereka dengan cara yang berbeda-beda, dari membuat kreasi seni, menari, berolah raga, makan (nah yang ini mungkin sering terdengar), dan masih banyak lagi cara-cara lainnya.
Berkomunikasi adalah sebuah kebutuhan setiap insan, jika mengalami kesulitan menumpahkannya, banyak yang pada akhirnya memilih untuk berkomunikasi dengan diri sendiri, bicara dengan jiwa sendiri. Ketika sudah tidak mampu bicara dengan diri, keputusan terakhir adalah tidak memperdulikan apapun yang pikiran suarakan. Oh..jelas ini kadang bisa menjadi bentuk baik tetapi juga bisa menjadi bentuk penumpukkan yang menyebabkan depresi…
Hingga dalam suatu masa, sebuah kejadian menyentuh terjadi, seorang anak perempuan usia 6 tahun tidak mampu merangkai kata untuk mengungkapkan perasaan dan pikirannya, hingga kepercayaan dirinya menjadi rendah dan seringkali membuat orang lain disekitarnya merasa kesal karena tidak mudah dipahami dan memahami anak tersebut. Setelah di perhatikan, ternyata ia tidak memiliki konsep berbahasa yang benar, ia mempelajari beberapa bahasa di usianya yang terlalu muda, hingga ia memiliki kebingungan bahasa. Alangkah frustrasinya anak tersebut.
Orang dewasa disekitarnya harus membantu si anak untuk berkomunikasi dengan satu bahasa, bahasa ibu yang didukung oleh lingkungan sekitarnya, hingga perlahan ia mampu memperbaiki caranya dalam berkomunikasi. Apapun cara yang ditempuh untuk menumpahkan isi pikiran, lakukanlah dengan lebih benar, benar bagi jiwa yang mengalaminya. Karena di dalam jiwa-jiwa yang kuat terdapat insan-insan yang sehat.
Selamat ‘menumpahkan’!!