Empat Delapan

Jadi, setelah kejadian itu, kami memutuskan untuk melengkapinya…sekitar setahun kemudian kami hidup bersama.

Hari ini kebersamaan kami dalam ikatan itu, terasa spesial dengan tidak adanya ucapan, tidak adanya senyum satu hari, tidak adanya bahasa hati….kami masih belajar, memang kadang tidak terasa seindah dongeng, tapi kami tetap memutuskan untuk terus belajar untuk terus menjadi lebih baik…semoga.

Walapun hari ini tidak seindah yang diharapkan, tapi rasa tetap sama 😉

Advertisement

Pilihan

Buat beberapa orang lebih senang memilih dekat dengan keluarga dengan penghasilan yang biasa, buat sebagian yang lain memilih bekerja jauh dari keluarga dengan penghasilan yang cukup luar biasa.

Karena pernah ada seseorang yang saya kenal, ia tidak mau pindah bekerja ke luar negeri untuk mendapatkan penghasilan yang ‘waah’ melebihi yang ia terima selama ini, ketika banyak sekali koleganya yang pindah. Ia memiliki anak-anak yang sudah bisa ditinggal jauh. Tapi pilihannya untuk tetap bertahan, karena ia merasa cukup, merasa besar karena perusahaan itu (walau perusahaan itu tidak bisa memberikan yang terbaik, yang seharusnya), merasa kehilangan waktunya untuk bisa berkumpul bersama keluarga, merasa tidak mau kehilangan untuk terus melihat perkembangan anak dan seluruh sanak saudaranya….

Sehingga beberapa waktu yang lain, rekan-rekan koleganya yang memilih untuk hengkang, membenarkan pilihannya, pilihan untuk tetap tinggal.

Sebuah dilema memang, jika pilihan baik untuk hengkang ada didepan mata, disaat yang lain kita juga berpikir apakah meninggalkan negeri sendiri dimasa sulitnya demi kebahagiaan kita sendiri membuat kita menjadi manusia yang kurang bersyukur?

Tapi mungkin juga bukan sebuah dilema, karena pilihan yang benar adalah selalu merasa cukup dan bersyukur, membuat pilihan berdasarkan hal yang paling tidak enak untuk dipilih berarti kita mampu melawan hawa nafsu.